SEJARAH
POLITIK INDONESIA
(MASA ORDE BARU DAN REFORMASI)
OLEH
SAFRIANI (110250066)
KELAS
IIIB
JURUSAN
SOSIOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala
puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan seluruh anugerah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pemakalah yang berjudul “
SEJARAH POLITIK INDONESIA (Masa Orde Baru
dan Reformasi)” dengan sebaik mungkin
Tiada
segala kesempurna pada diri manusia, namun hanya ada usaha untuk menjadi lebih
baik. Makalah ini pun pasti ada ketidak sempurnaan, akan tetapi didalam ketidak
sempurnaan tersebut, sedikit banyaknya terurai pengetahuan yang dapat dijadikan
suatu bahan kuliah sebagai tambahan ilmu.
Semua
orang tahu bahwa kesuksesan tidak datang secara tiba-tiba namun diperlukan
segala usaha yang baik dan disertai doa, setelah semuanya terlewati maka hasil
yang diinginkan pun akan muncul. Hal yang terpenting jangan terlupakan yaitu “Membaca
berarti kita sedang membuka jendela dunia, maka dari itu membacalah agar dirimu
mulia”
Akhir
kata, semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kita
semua. Tak lupa kami meminta kritik dan saran
agar tercipta makalah kami sempurna selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
A. LATAR
BELAKANG............................................................................................ 1
B. RUMUSAN
MASALAH........................................................................................ 3
C. TUJUAN
MASALAH............................................................................................. 3
D. PENULISAN SEJARAH POLITIK INDONESIA............................................ 4
E. PEMAHAMAN SEJARAH POLITIK ORDE BARU........................................ 6
1. Periodisasi Politik Orde Baru........................................................................... 6
a. Periode Honeymoon..................................................................................... 7
b. Periode Stalinist............................................................................................ 7
c. Periode keterbukaan................................................................................... 8
d. Periode krisis................................................................................................ 8
2. Hubungan Lembaga-lembaga Politik
Orde Baru........................................... 9
a) Lembaga kepresidenan yang Dominan..................................................... 9
b) Lembaga peradilan yang tidak
independen.............................................. 12
3. Hubungan Negara dan Masyarakat................................................................ 12
4. Praktik Negara hegemonik dan
koersif........................................................... 13
5. Militer, Parpol dan dampaknya
terhadap HAM............................................ 14
6. Kebijakan Politik Aliran................................................................................... 15
F. REFORMASI.......................................................................................................... 15
G. PERGESERAN POLITIK ERA REFORMASI.................................................. 16
H. KESIMPULAN........................................................................................................ 17
I. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 18
A.
LATAR BELAKANG
Sistem politik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah
bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan, penjajahan, kemerdekaan sampai masa
reformasi sekarang. Para founding father bangsa telah merumuskan secara
seksama sistem politik yang menjadi acuan dalam pengelolaan negara. Hal ini
tentunya dilakukan dengan melihat kondisi dan situasi bangsa pada saat itu. Sistem
politik Indonesia pada masa reformasi saat ini mengalami perkembangan yang
sangat signifikan. Bermunculan lembaga dan sistem yang baru dalam rangka
merespon permasalahan bangsa yang semakin kompleks. Berdasarkan hal tersebut,
makalah ini menyajikan pembahasan ini sebagai dasar untuk pengenalan lebih jauh
tentang apa dan bagaimana sistem politik Indonesia. Walaupun tidak secara spesifik
membahas mengenai sistem politik sejak zaman kerajaan sampai masa reformasi,
sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, dan fungsi serta kedudukan lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun sedikit banyaknya dapat memberi
gambaran tentang pembahasan politik di Indonesia masa Orde Baru hingga Era
Reformasi.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu
segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa
dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang
hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan
pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan
pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas
sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan
dan tantangan.Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini
berbeda diantara para pakar politik.Ahli politik zaman klasik seperti
Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat
prestasi politik dari sudut moral.Sedangkan pada masa modern sekarang ahli
politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu
seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat
dan lingkungan internasional.
Sistem pemerintahan Orba di mulai pada tanggal 11 Meret 1966
sampai dengan 21 mei 1998. Selama 32 tahun pemerintah Soeharto memimpin negara
RI, telah terjadi pemusatan kekuasaan negara di tangan presiden. Secara formal
memang anggota MPR di pilih melalui pemilu, namun sesungguhnya pemilu itu hanya
mengisi 40% anggota MPR. Selebihnya 60% anggota sangat bergantung kepada
presiden.Selaku panglima tertinggi ABRI presiden mempunyai kuasa untuk
menentukan utusan ABRI di DPR/MPR. Presiden pun mempunyai kuasa untuk
menentukan wakil-wakil dari berbagai kelompok masyarakat ke dalam utusan
golongan di MPR. Presiden melaui Mendagri juga mempunyai pengaruh dalam
penentuan wakil dari daerah ke dalam Utusan Daerah di MPR. Dan para anggota DPR
hasil pemilu serta anggota tambahan untuk partai peserta pemilu di MPR, yang
mayoritas berasal dari partai Golkar, juga tidak terlepas dari pengaruh
presiden selaku ketua dewan pembina Golkar.
Disini tampak bahwa pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial
di masa Orba memiliki kemiringan dengan pelaksanaan sistem ini di masa
demokrasi terpimpin. Pemabasan hak politik rakyat ( hanya boleh ada 3 parpol,
dan satu wadah tunggal bagi masing-masing keompok kepentingan). Pemuasan
kekuasaan di tangan presiden, pembentukan lembaga ekstrakonstitusional.
Namun harus di catat pula bahwa pemerintahan Orba relatif
“berhasil” melakukan pembangunan ekonomi. Sayang bahwa prestasi dalam bidang
ekonomi itu tidak di barengi dengan prestasi politik. Merebaknya praktek KKN,
serta kesenjangan kaya miskin yang cukup terasa menyebabkan semangkin
menumpuknya ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Ketidakpuasan yang berkembang
di masyarakat kemudian terakumulasi dalam gerakan-gerakan protes mahasiswa,
yang mendapat momentum ketika krisis ekonomi mulai melanda wilayah RI di tahun
1997. Perpaduan di antara dua hal itu telah mendorong turunya Soeharto dari
jabatannya sebagai presiden.
Pemerintah orba yang otoriter berakhir setelah gerakan
mahasiswa berhasil mendesak Soeharto untuk mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Pernyataan mengundurkan diri itu dilakukan pada
tanggal 21 mei 1998 dan sekaligus mengakhiri Orba (Bambang, 2002:70).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan sejarah
politik Indonesia yang terjadi?
2. Apa saja hal penting yang harus di
pahami dalam sejarah politik orde Baru dan Reformasi di Indonesia?
C.
TUJUAN MASALAH
1. Ingin lebih mengetahui sejauh mana
perkembangan sejarah politik Indonesia
2. Ingin mengetahui hal penting apa
saja yang harus dipahami dalam politik Orde Baru dan Reformasi
D.
PENULISAN
SEJARAH POLITIK INDONESIA
Menulis sejarah
politik, tidak semudah menulis sejarah atau disiplin ilmu lain, terutama
menulis sejarah politik di Negara-negara yang di kontrol oleh rezim otoriter.
Seorang sejarawan asing, profesor dari School of Asian and Internasional
Studies, Griffith University yang menjabat sebagai Director Griffith Asia
Pacific Council, Elson menulis dalam sebuah catatan ringkas tentang sejarah
politik Indonesia.[1]
Menurutnya
tidak banyak tulisan yang dibuat ahli sejarah tentang politik di Indonesia
kontemporer. Karya-karya besar mengenai politik di Indonesia kontemporer jika
adapun justru tidak ditulis oleh sarjana yang memiliki latar belakang sejarah.
Anderson misalnya menulis tentang “jawa pada masa Revolusi,” Herbert faeith
menulis “Runtuhnya Demokrasi konstitusional,” sementara Richard Robison
menghasilkan karya “Indonesia: Rise capital,” mereka adalah sarjana di bidang
politik, antropologi-politik dan ekonomi-politik.
Menurut
Elson Fenomena semacam itu terjadi disebakan karena beberapa faktor di
antaranya, karena disiplin sejarah di Indonesia tidak memperoleh iklim yang
kondusif, sehingga tradisi intelektual dalam penulisan sejarah politik
tergolong sangat lemah. Peristiwa sejarah di negeri yang amat krusial, misalnya
tentang siapa sebenarnya yang menemukan tubuh para para jenderal di Lubang
Buaya, atau dimana sebenarnya teks asli supersemar, tidak bisa di ungkapkan
melalu sebuah penelitian dan kajian secara intelektual. Elson berkesimpulan
bahwa Indonesia bukan tempat yang bagus bagi ahli sejarah, terutama sejarawan
asing melakukan penelitian sejarah guna mendapatkan informasi dan bahan-bahan
sejarah politik seperti itu membutuhkan stamina, kesabaran dan juga keberanian.
Tak kalah menariknya memerlukan kepandaian untuk mengambil sikap.
Menurut
Elson Dari segi subjek material, sejarah politik di Indonesia memuat tema dan
plot yang sebagian berhubungan dan yang lain lagi terpisah-pisah menyangkut
perputaran kalaedoskop orang,emosi, kepentingan, tipuan, kebangsawanan dan juga
kekerasan yang kesemua itu tidak begitu saja mudah ditafsirkan. Melihat
fenomena sejarah politik di Indonesia secara empirik seperti itu maka jelaslah
bahwa penulis sejarah politik di negeri ini tidak semudah yang dibayangkan
orang. Penulis sejarah politik tersebut membutuhkan keahlian tersendiri dan
ironisnya jumlah mereka yang memiliki keahlian seperti itu tidaklah banyak.
Maka
demikian bangsa Indonesia secara tipikal dikenal sebagai bangsa yang sejarah
minded. Begitu banyak proses pembentukan identitas bangsa ini dibentuk atas
dasar sejarah masa lalu. Namun karena tidak dilakukan atas tradisi intelektual
yang baik, pembentukan identitas tersebut walaupun didasarkan kepada sejarah
masa lalu terkesan distrotif, simplifikatif dan bahkan didasarkan kepada
penafsir sejarah yang menimbulkan kesadaran, wacana, dan bahkan kebijakan yang
keliru.
Pemahaman
simplifikatif yang menyesatkan karena keterpentingan politik telah mendistorsi
penafsiran sejarah sebagaimana penafsir yang menyatakan soekarno adalah
pemimpin besar revolusi, bahwa demokrasi parlementer tahun 1950 adalah salah,
tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menganut paham kekeluargaan.
Belakangan bangsa ini juga member predikat kepada soeharto Sebagai sosok yang
tidak pernah membuat sejarah apa-apa selama masa Orde Baru selain korupsi
melulu.
Begitu
banyak pertanyaan yang bisa di ajukan berkaitan dengan kepolitikan Indonesia
kontemporer. Misalnya seberapa penting institusi politik? Apa peran yang telah
dimainkan oleh partai politik, parlemen dan militer dalam membangun demokrasi
di Indonesia? Adakah perubahan hubungan institusi-institusi politik itu dengan
birokrasi? Bisakah kita berbicara ideology politik di Indonesia? Apakah basis
kepemimpinan politik di Indonesia? Mengapa sejarah politik Indonesia
kontemporer penuh dengan kelangsungan sejarah bangsa ini untuk menghadapi masa
depan setelah mengalami diskontinyuitas di masa lalu?.
Semua
pertanyaan tersebut dapat diperpanjangkan dan yang menjadi point penting adalah
bagaiamana ahli sejarah member konstribusi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut secara lebih serius, terbatas dari bias kepentingan, bias ideology
maupun bias teoritik, sehingga menghasilkan penulisan sejarah yang lebih jujur
dan terpenuhi syarat-syarat metodologis yang diperlukan.[2]
E.
PEMAHAMAN
SEJARAH POLITIK ORDE BARU
Tidaklah mudah
memahami sejarah kontemporer, khususnya masa Orde Baru, apalagi melihatnya di
tengah perkembangan politik di jamin Reformasi sebuah era yang muncul sebagai
kritik dan kekecewaan terhadap kinerja Orde Baru. Kecenderungan untuk melihat
hitam putih menjadi sulit dihindari. Banyak ahli yang dengan mudah turut
terjebak kepada problematika teoritik maupun interes yang komplek, sehingga
tidak bisa melihat sejarah politik Orde Baru dalam kacamata yang objektif.
Mereka tidak kuasa mengambil jarak (withdrawl)
dari arus besar yang berkembang pada era reformasi, dan kemudian melihatnya
secara dikotomis, bahwa reformasi adalah “buku putih,” sedangkan Orde Baru
adalah “buku hitam” dalam sejarah kepolitikan Indonesia.
Bahwa sejarah
politik Orde Baru menghasilkan krisis memang tidak bisa dibantah, tetapi Orde
Baru bukanlah sebuah fenomena politik yang monolitik, yang dijelaskan dengan
menggunakan satu atau dua kata kunci saja. Orde Baru belakangan menanpilkan
cirinya yang otoritarian. Namun sebenarnya Orde Baru juga tercatat memiliki
komitmen menumbuhkan demokrasi terutama fase awal pertumbuhan Orde yang dipimpin
oleh jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto ini. Oleh karena itu ada sejumlah
komentator yang menyatakan bahwa Soeharto “take off” dengan benar, tetapi
kemudian “landing” dengan cara keliru.
1.
Periodisasi
Politik Orde Baru
Jadi politik
Orde Baru adalah fenomena kompleks sehingga jauh dari monolitik. Dengan
demikian ada manfaatnya melihat Orde Baru dengan melakukan pentahapan seperti
di lakukan oleh Andreas Vickers seorang associate professor di Universitas
Wollongong Australia. Vikers membagi sejarah Orde Baru dalam tiga babak yang
saling berkaitan satu sama lain, yaitu fase Honeymoon, Stalinist dan fase
Keterbukaan.[3]
Vikers tidak
memasukkan secara khusus periode krisis pemerintahan Orde Baru, terutama pada
tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan rezim soeharto. Selayaknya masa krisis
ini dicatat tersendiri, sehingga genapnya periodesiasi politik masa Orde Baru
itu meliputi sebagai berikut
a.
Periode
Honeymoon
Fase
pertama, mengutip pendapat Umar Kayam, Vikers menyebut periode 1967-1974
sebagai fase Honeymoon. Pada periode ini sistem politik di negeri ini relative
terbuka. Bangsa Indonesia bisa menikmati kebebasan pers. Militer tidak
mendominasi banyak aspek pemerintahan. Sebaliknya, militer menjalin aliansi
dengan mahasiswa, kelompok islam dan sejumlah tokoh politik pada masa soekarno.
Soeharto menjalin hubungan erat sehingga menjadi jalinan triumvirate yang kuat
dengan Adam malik yang dikenal sebagai tokoh politik kekirian ( Tan Malakaist)
dan Hamengkubuwono IX (9) yang dikenal sebagai Soekarnois liberal.
Periode
ini di akhiri dengan peristiwa Malari yang sertai dengan dimulainya tekanan
atas kekuatan mahasiswa di satu pihak dan di lain pihak sebuah upaya Soeharto
membangun kekuatan dari tekanan lawan politik di tubuh militer. Arus politik
pada masa itu memunculkan tokoh popular, Ali Moertopo dengan para pengikutnya
yang menyebar di hamper semua posisi politik dan birokrasi. Bersamaan dengan
itu, arus politik membawa Indonesia untuk melakukan pengintegrasian Timor Timur
menjadi bagian dari Indonesia pada Tahun 1976.
b.
Periode
Stalinist
Fase
kedua adalah periode tahun 1974-1988/1989 yang disebut sebagai fase Stalinist.
Pada fase ini otoritarianisme menjadi cirri yang mengedepankan dalam arena
kepolitikan di Indonesia. Pemerintahan menerapkan kebijakan Normalisasi
Kehidupan Kampus, Menteri P dan K mengeluarkan SK 028/1978 dan Kopkamtib
mengeluarkan Skep 02/Kopkam/1978 yang membekukan kegiatan Dewan Mahasiswa,
menyusul kemudia dikeluarkan SK Menteri P dan K No.0156/U/1978 tentang
Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang disertai pula dengan perangkat BKK.[4]
Kebijakan
normalisasi kehidupan kampus itu diterapkan dengan dalih agar mahasiswa menjadi
man of analysis dan bukan moral force atau apalagi sebagai man political force. Dalam praktik,
kebijakan itu berhasil mendepolitisasi mahasiswa. Tidak ada gerakan mahasiswa
pada periode ini, kecuali gerakan-gerakan yang lingkup dan isi perjuangannya
bersifat lokal, seperti gerakan protes mahasiswa terhadap pembangunan Waduk
kedugombo, penurun SPP, protes pemecatan Arief Budiman di Universitas
Satyawancana, protes mahasiswa Ujungpadang atas kenaikan tarif angkot.[5]
Pada
fase ini militer bergandengan erat dengan Birokrasi sehingga menjadi instrument
politik penguasa Orde Baru yang sangat tangguh. Lawan-lawan politik Soeharto
dimarginalisasikan. Pemerintahan memberlakukan indoktrinasi ideology pancasila
dalam bahasa penguasa melalui penataran P4, pengasastunggalan organisasi
politik, kemasyarakatan maupun keagamaan; pemberlakuan politik masa mengambang (floating mass) setelah penasehat
politik soeharto, Ali Moertopo pertama kali berbicara tentang konsep tersebut.
c.
Periode
keterbukaan
Periode
ini berlangsung pada akhir 1980-an. Pada masa ini mulai muncul kekuatan yang
selama itu berseberangan dengan kekuasaan. Di parlemen muncul “interupsi” dari
salah seorang anggota fraksi ABRI (sekarang TNI dan POLRI). Ada yang bilang
periode ini merupakan saat-saat orang mengucapkan “good-bye” untuk menjadi
manusia “yes-men”, menunggu petunjuk Bapak presiden. Dalam dunia ekonomi
pemerintah mengeluarkan sejumlah deregulasi, yang mempercepat arus massuknya
modal asing. Investasi dunia perbankan menjadi dipermudah.
Bank
tumbuh bukan hanya di kota tetapi sampai ke kecamatan-kecamatan. Dengan modal Rp
50 juta bisa membuat bank, Bank perkreditan Rakyat (BPR). Bersamaan dengan itu,
perkembangan sejarah politik internasional ditandai dengan munculnya
keterbukaan ( glasnost) dan reformasi (perestroika) yang digulirkan oleh
presiden Uni soviet, Michael Gorbachove.
d.
Periode
krisis
Puncak
dari keterbukaan yang berlangsung di Indonesia adalah masa krisis. Dimulai
dengan krisis moneter. Kurs Rupiah di mata dolar AS merosot tajam. Ibarat
kapal, negeri ini sedang dihantam ombak besar. Sejumlah petinggi negeri ini
mengatakan tidak ada masalah, karena fundamental ekonomi kita cukup kuat.
Ternyata tidak demikian. Indonesia terus diterpa badai moneter, kurs rupiah
benar-benar tidak terkendali, sampai lebih Rp 10 ribu per dolar AS. Krisis ini
disertai dengan krisis sosial politik yang tak terkendali. Kelompok kritis,
dosen-dosen senior perguruan tinggi negeri di Indonesia “turun gunung” dan
gelombang demonstrasi mahasiswa pecah dimana-mana. Rezim soeharto benar-benar
sedang di terpa badai, dan akhirnya menyerahkan Kekuasaan kepada BJ. Habibie
pada tahun 1998. Sejak itu berakhirlah rezim soeharto, dan dimulailah era baru,
era reformasi. Indonesia memulai lembaran baru dalam sejarah politik, dengan
awal yang tidak mudah. Tertatih-tatih bangsa ini, mengatasi kerusuhan,
pembakaran, perusakan, separatism, hingga penjambretan, penodong dan berbagai
bentuk kriminalitas yang tak terkendali oleh aparat.
2.
Hubungan
Lembaga-lembaga Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru
memiliki cara-cara tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Hampir tidak ada
institusi politik di negeri ini yang tidak berada dalam kontrol presiden,
terutama setelah Orde Baru memasuki periode Stalinist. Lembaga kepresidenan
begitu kuat, menjadikan cabinet berada dalam posisi subordinatif, dan bahkan
parlemen tidak berdaya menghadapi kekuasaan eksekutif, termasuk lembaga
peradilan yang tidak bisa berdiri secara independen sehingga kesemuanya menjadi
instrument kekuasaan rezim Orde Baru. Lebih terinci, bagaimana kelembagaan itu
dikendalikan presiden dapat digambarkan sebagai berikut:
a)
Lembaga
kepresidenan yang Dominan
Lembaga
kepresidenan yang sebenarnya sebuah institusi yang kompleks, bukan hanya
terdiri atas presiden saja, melainkan juga Wakil Presiden dan sejumlah aparat
pemerintah, sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif seperti para menteri anggota kabinet.[6]
Dengan demikian, sampai dengan 1998, tidak ada orang di Indonesia yang sangat
kuat, selain Presiden Soeharto. Soeharto memperoleh legitimasi sejak awal Orde
Baru, terutama disebabkan karena keberhasilannya dalam membangun ekonomi, meski
kemudian sejalan dengan krisis ekonomi, krisis pula legitimasi dan otoritas
soeharto.
Ramlan
Subarki[7]
menyebut ada 5 faktor yang menyebabkan Soeharto menjadi presiden yang powerful,
yaitu karena faktor:
·
Faktor konstitusi
·
Faktor budaya
·
Faktor pribadi
·
Faktor politik
·
Faktor ekonomi
Ø Pertama,
konstitusi Indonesia, UUD 1945, menempatkan ekskutif begitu kuat. Sejumlah
pasal dari 13 pasal dalam UUD 1945 berkaitan dengan kekuasaan yang membuat
presiden menjadi powerful dan
memegang kunci kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif, legislatif, judicial,
kebijakan luar negeri dan keamanan. Terbatas sekali prinsip check and balance dalam konstitusi di
Indonesia.[8]
Ø Kedua,
faktor budaya turut menjadi lembaga kepresidenan sangat kuat. Dalam budaya atau
tradisi jawa, presiden dipandang sebagai layaknya Raja. Dalam berbagai
kesempatan perilaku presiden lebih menggambarkan praktik budaya monarki
daripada seorang kepala Negara modern. Misalnya, presiden cenderung “memberi
petunjuk” kepada organisasi sosial politik, dan bukan dalam rangka artikulasi
kepentingan dan kebijakan. Presiden sama dengan sabda pendito Ratu. Presiden memberikan kesempatan organisasi
semacam ini memilih pimpinan yang mereka inginkan sendiri.[9]
Ø Ketiga,
faktor otoritas pribadi pemangku jabatan
presiden. Seperti juga soekarno, soeharto menduduki jabatan presiden
dalam masa bakti yang cukup lama karena keunikan kualifikasi dan sifat-sifat
pribadinya. Kalau soekarno menjadi penguasa kuat, karena ia adalah “fouding
father” proklamator kemerdekaan, pemersatu bangsa Indonesia, maka soeharto
menjadi sangat kuat karena posisinya sebagai pendiri Orde Baru, pemberantas
kekejaman PKI dan penyelamat bangsa, dan “Bapak Pembangunan.” Meski soekarno
juga panglima tertinggi ABRI (kini TNI), namun soeharto jauh lebih powerful dan
memiliki otoritas lebih di tubuh ABRI, karena ia adalah seorang jenderal yang
memang pernah memimpin pasukan.
Ø Keempat, faktor
sistem politik Orde Baru yang bercorak Birokratik Otoritarian. Sistem ini menjadikan
presiden bisa memegang kekuasaan penuh dalam bidang ekonomi maupun politik yang
ada. Misalnya, presiden mengangkat sisa MPR yang tidak diisi DPR, bersidang
setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden dan menentukan GBHN sebanyak
100 kursi DPR disisikan bagi perwira tentara yang di angkat. Demikian pula
presiden yang mengangkat sejumlah pimpinan departemen, badan dan lembaga
seperti BPKP, DPA dan Mahkamah Agung.
Pengaruh
presiden menyebar ke seluruh aspek kehidupan politik. Sistem pemilu, politik
partai, sistem representasi kelompok kepentingan dan pemerintah daerah memberi
peluang presiden dan pejabat senior untuk melakukan intervensi di semua sektor.
Misalnya, praktik penelitian khusus (litsus) yang dilakukan oleh birokrasi
sipil dan militer terhadap pejabat pusat dan daerah serta calon pemimpin partai
menunjukkan derajat campur tangan langsung presiden terhadap berbagai institusi
dan partai politik. Di tambah lagi institusi Bakorstanasda yang bisa
mengendalikan berita macam apa dan siapa yang boleh berbicara kepada public.
Ø Kelima,
faktor ekonomi. Kinerja pemerintah Orde Baru dalam pembangunan ekonomi
memberikan kesempatan rakyat meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah Orde Baru
berhasil menaikkan produksi beras, meningkatkan angka melek huruf, pelayanan
kesehatan, pendidikan, transportasi dan komunikasi serta membuka kesempatan
kerja di lapangan industry. Dengan diberi predikat sebagai “Bapak pembangunan”
menunjukkan presiden diakui memiliki peran yang besar dalam mencapai prestasi
pembangunan tersebut.
b)
Lembaga
peradilan yang tidak independen
Lembaga
peradilan di Indonesia selama Orde Baru, Menurut Subarki,[10]
lebih berkaitan dengan persoalan pertumbuhan ekonomi, dilihat dari :
1) Masalah
yang sampai ke Mahkamah Agung banyak yang berkaitan dengan sengketa tanah dan
penggunaan tanah untuk tujuan pembangunan.
2) Naiknya
pajak memungkinkan untuk menaikkan gaji pejabat peradilan (gaji hakim pernah
dinaikan seratus persen).
3) Pemerintahan
mendirikan delapan PTUN lengkap dengan infrastruktur bangunan, hakim dan staf
serta berbagai fasilitas di seluruh Indonesia.
Semua
hakim agung, termasuk para deputi diangkat oleh presiden dari daftar calon yang
diusulkan oleh DPR. Namun Mahkamah Agung tidak memiliki otoritas yang cukup
untuk menentukan apakah kebijakan pemerintah dan tindakannya sesuai dengan
konstitusi atau tidak. Sementara itu semua hakim di daerah maupun di pengadilan
tinggi adalah pegawai negeri, yang diangkat, dipromosikan, digajikan dan
diawasi oleh Departemen Kehakiman. Anggaran mereka ditentukan oleh Seketariat
Negara. Dengan demikian peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung disusun
sebagai bagian dari pemerintah daripada sebagai lembaga peradilan. Di kalangan
pemerintah berkembang pemahaman bahwa “ hukum harus dipakai dalam rangka
pembangunan.” Sehingga tidak berpikir pentingnya sistem peradilan yang
independen yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi.
3.
Hubungan
Negara dan Masyarakat
Selama masa Orde
Baru Negara sangat kuat. Tidak ada perubahan yang tidak di mulau dari Negara.
Masyarakat tidak memiliki ruang partisipasi politik. Masyarakat dimobilisasi
oleh Negara. Partisipasi bukan bermakna turut serta merencanakan, melaksanakan
dan mengawasi kebijakan pembangunan. Partisipasi berubah makna menjadi turut
serta member sumbangan dari proyek pemerintah yang dibiayanya kurang.
Negara menjadi sangat kuat di mata
masyarakat karena Negara mengorganisasikan masyarakat yang memiliki beragam
kepentingan secara korporatis. Dengan di organisasikan secara korporatis,
masyarakat yang plural dapat menyalurkan kepentingan yang berbeda-beda melalui
mekanisme yang tidak perlu menimbulkan konflik antar kelompok atau antar kelas.
Perbedaan kepentingan kelompok dan kelas dapat diselesaikan melalui wakil-wakil
mereka dalam organisasi korporatis. Dengan demikian korporatis adalah suatu
usaha nyata untuk menekan konflik kelas atau kelompok kepentingan dengan baik
tidak menggunakan kekerasan (coersif).[11]
Melalui pengorganisasi secara
korporatis inilah Negara menaklukkan masyarakat sendiri. Negara dengan mudah
memenuhi berbagai kepentingannya yang otonom, kepentingan eksklusif Negara yang
tidak mencerminkan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Sebagai implikasinya, maka
masyarakat mengalami depolitasasi. Masyarakat yang tersingkir, tereksploitasi,
tidak kuasa melawan tekanan-tekanan Negara. Masyarakat yang miskin seperti kaum
buruh, petani, nelayan, pegawai rendahan dan yang tersisihkan lainnya tidak
cukup memiliki kesadaran politik yang memadai untuk menghadapi intervensi
Negara. Negaranisasi terjadi hingga sampai pedesaan tang terpencil sekalipun.[12]
4.
Praktik
Negara hegemonik dan koersif
Negara pada masa
Orde Baru menjadi sangat kuat, antara lain juga karena menerapkan cara-cara
hegemoni dikombinasi dengan koersif. Hegemoni adalah cara menundukkan orang lain
tidak menggunakan kekerasan, melainkan menggunakan cara-cara cultural seperti
pengguna ideology, agama, nilai-nilai budaya tertentu sebagai alat kekuasaan.[13]
Dalam kerangka hegemony pemerintah Orde Baru
menggunakan ideology pancasila sebagai instrument berkuasa. Pada tahun 1978
pemerintah menyusun penafsiran pancasila menjadi Eka Prastya Pancakarsa dan untuk kepentingan sosialisasi penafsiran
itu diselenggarakan piñata P4 untuk seluruh lapisan rakyat Indonesia, baik
pegawai negeri maupun masyarakat biasa. Tahun 1983 pemerintah juga melakukan
penunggulan azaz bagi organisasi sosial kemasyarakatan, keagaman maupun
politik.
5.
Peran
Militer, Parpol dan dampaknya terhadap HAM
Rezim Orde Baru
bisa dikatakan kemenangan militer, karena peranannya menjadi sangat besar. ABRI
( di kemudian hari berubah menjadi TNI ) mengitervensi politik sipil melalui
doktrin dwifungsi. Dengan doktrin ini
militer memperoleh legitimasi untuk masuk ke ranah politik sipil. Antara lain
dengan menempatkan tenaga militer yang aktif maunpun pensiunan di MPR, DPR,
DPRD, eksekutif dan staf pemerintah pusat maupun daerah. Sejumlah lembaga
Negara penting seperti Depdagri selalu dipegang ABRI. Pada tahun 1996
seperempat jabatan setingkat cabinet termasuk Menteri Agama dan jumlah besar
eselon II dipegang oleh perwira yang masih dinas atau sudah pension. ABRI juga
melakukan kontrol terhadap Golkar, mengawasi penduduk melalui komando
territorial.[14]
Dalam konteks
ini, sejalan dengan semakin tinggi tingkat kesadaran politik masyarakat,
sehubungan dengan meluasnya masyarakat yang terdidik, maka semakin menyebar
kekuatan kritis di masyarakat. Namun semakin kritis masyarakat, ternyata
militer cenderung semakin represif. Semakin represif militer, maka semakin
banyak pelanggaran HAM dan semakin sering muncul yang disebut dengan the state violence sejak dari kasus
Tanjung Priok, Lampung Haor Koneng dan beberapa kasus lainnya. Kasus
pelanggaran HAM yang cukup menggempar dan membuat posisi militer semakin
tersudut adalah kasus penyiksaan tokoh buruh wanita, Marsinah, di jawa Timur
tahun 1993. Para majikan Marsinah di tangkap, tetapi perwira di komando militer
setempat.[15]
6.
Kebijakan
Politik Aliran
Kemenangan Orde
Baru, ada yang menafsirkan sebagai kemenangan “orang jawa” karena Orde Baru
didominasi militer yang memerintah sejak 1966 secara prinsip tidak dekat dengan
Islam. Banyak elit Orde Baru dibesarkan dalam lingkungan Hindu-jawa sehingga
menjadikan mereka lebih kuat dari yang lain. Sikap permusuhan elit penguasa
Islam telah mendorong pemerintah untuk melarang kembalinya masyumi tahun 1966,
termasuk memangkas partai Islam dan menfusikannya kedalam PPP pada tahun 1973.
Elit Orde Baru lebih cenderung berkoalisi dengan orang-orang Cina Katolik,
sosial bekas anggota PSI dan sejumlah perwira militer anti Islam sengan Ali
murtopo pendiri CSIS sebagai otak di belakang semua kebijakan Orde Baru. Pada
SU-MPR 1973, ia “menampak umat islam” dengan mengusulkan aliran kepercayaan
berstatus sebagai Agama.[16]
NB; (Perspektif Islam politik memandang hubungan Islam
dan politik sebagai bersifat organic. Masalah politik, hukum maupun ekonomi
diimajinasikan sebagai terkait secara structural dari sistem religious Islam
yang dipahami secara skriptualistik, legistik dan formalistic. Lihat Bahtiar
Efendy, Islam dan Negara : tranformasi pemikiran
dan praktik politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998, hal.
48-58)
F. ERA REFORMASI
Ø Pemerintahan
Habibie : Presiden
Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah
kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter
Internasional
dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga
membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.
Ø Pemerintahan
Wahid : Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD
diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati
Sukarnoputri
keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari
seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang
pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan
Pembangunan
pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan
Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid
sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun.
Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan
Nasional pada awal
November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid
meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang
menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut,
pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama
di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur
pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar.
MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden
Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Ø Pemerintahan
Megawati : Pada
Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan
pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar
mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah
tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan
negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih
jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati
disebut dengan kabinet gotong royong.
Ø Pemerintahan
Yudhoyono ; Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia
diadakan dan Susilo Bambang
Yudhoyono tampil
sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya
telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh
lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada
awal 2005 yang
mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah
berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik
berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
G. PERGESERAN POLITIK ERA REFORMASI
Memasuki 1998, bangsa Indonesia kemudia berhasil
melakukan reformasi, melengserkan rezim monolitik. Negara lalu bukan saja
mengalami delegitimasi, tetapi juga demoralisasi dimata masyarakat. Sejak itu
posisi burgaining masyarakat
meningkat, sehingga suara mereka jauh lebih ber “daya” sekurang-kurangnya
disbanding dengan era sebelumnya. Bangsa Indonesia lalu memulai era baru dengan
semagat membangun sistem yang demokratis. Era ini Nampak lebih menjanjikan
ruang partisipasi bagi semua elemen masyarakat dalam berbagai kehidupan
ekonomi, sosial maupun politik.
H. KESIMPULAN
1) Sistem
politik melaksanakan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk meraih
tujuan-tujuan bersama yang telah dirumuskan tersebut. Untuk melaksanakan
aktivitas yang komplek itu, maka sistem politik memerlukan badan atau
struktur-struktur yang akan bekerja dalam sistem politik seperti parlemen,
birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang melaksanakan fungsi
tertentu.
2) Tokoh
politik itu adalah seseorang yang dikenal masyarakat luas, karena jasanya,
pemikirannya, idealismenya, dan perjuangannya selama perjalanan hidupnya.
3) Sistem politik Indonesia pada masa
reformasi sedikit banyaknya mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Bermunculan
lembaga dan sistem yang baru dalam rangka merespon permasalahan bangsa yang
semakin kompleks. Sehingga masyarakat dapat mengepresikan berbagai aspirasi.
4) Sistem pemerintahan Orba di mulai
pada tanggal 11 Meret 1966 sampai dengan 21 mei 1998. Selama 32 tahun
pemerintah Soeharto memimpin negara RI, telah terjadi pemusatan kekuasaan
negara di tangan presiden.
5) Melihatnya
secara dikotomis, bahwa reformasi adalah “buku putih,” sedangkan Orde Baru
adalah “buku hitam” dalam sejarah kepolitikan Indonesia. Dimana Bahwasannya
sejarah politik Orde Baru menghasilkan krisis memang tidak bisa dibantah,
tetapi Orde Baru bukanlah sebuah fenomena politik yang monolitik, yang
dijelaskan dengan menggunakan satu atau dua kata kunci saja. Orde Baru
belakangan menanpilkan cirinya yang otoritarian. Namun sebenarnya Orde Baru
juga tercatat memiliki komitmen menumbuhkan demokrasi terutama fase awal
pertumbuhan Orde yang dipimpin oleh jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto ini.
Namun berakhirnya Orde Baru Bangsa Indonesia lalu memulai era baru yaitu Era
Reformasi dengan semagat membangun sistem yang demokratis. Era ini Nampak lebih
menjanjikan ruang partisipasi bagi semua elemen masyarakat dalam berbagai
kehidupan ekonomi, sosial maupun politik
I.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Mumtaz, “Pakistan,” dalam shireen T. Hunter, edt., politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, Yogyakarta: Tiarawacana, 2001.
Antlov,
Hans, dan Sven Cederroth, edt, Election
in Indonesia: The New Orde and beyond,”London and New York: Routledge
Curzon, 2004.
Elson,
Robert, ‘Brief Reflection on Indonesia Political History,’ dalam Grayson Lloyd
dan Shannon Smith edt., Indonesia
Challenge of History, Singapore: ISEAS, 2003
Maliki
Zainuddin, Agama priyayi, Yogyakarta:
Pustaka Mawar, 2004-a. edt., Agama Rakyat
Agama Penguasa, Yogyakarta: Galang Press, 2000. Penakluk Negara atas Rakyat, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1999.
Sukarna, 1977. Sistem politik.Bandung: Penerbit Alumni.
Winarno,
Budi., Sistem politik Indonesia, Era
Reformasi. Yogyakarta: Penerbit MedPress, 2007
Shannon
Smith edt., Indonesia Today: Challenge of
History, Singapore: ISEAS.200,hal 69-71
[2] Sejarawan politik Indonesia kontemporer perlu melakukan penelitian
mendalam (depth interview) untuk menghasilkan penulis sejarah yang terlepas
dari kepentingan kekuasaan tertentu.
[3] Andreas Vikers, “The New Order:
Keeping Up Appearancess,” dalam Grayson Lioyd dan Shannon Smith edt., Indonesia
Today: Challenge of History, Singapore: ISEAS.2001, hal 72-74
[4] Zainuddin Maliki, Agama Rakyat Agama Penguasa, Yogyakarta:
Galang Press. 2000, hal 208.
[5] Ibid, hal 208-209
[6]
Lihat Afan Gaffar, politik Indonesia: Transisi Menuju
Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hal 67
[7]
Ramlan Subarki “formal
political Intitutional,” dalam Richard W. Baker dkk., edt., Indonesia The Challenge of Change, Singapore:
ISEAS 1999, hal 62
[8]
Kesembilan pasal yang
berkaitan dengan kekuasaan presiden itu adalah kekuasaan presiden untuk
(1)membnetuk Undang-undang, pasal 5 ayat 1, (2)menetapkan peraturan pemerintah,
pasal 5 ayat 2, (3)kekuasaan dalam bidang kemiliteran, pasal 10, (4)menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain, pasal 11,
(5)menyatakan keadaan bahaya, pasal 12, (6)mengangkat duta dan menerima duta
luar Negara lain, pasal 13, ayat 1 dan 2, (7)member grasi, amnesty, abolisi,
dan rehabilitasi, pasal 14, (8)member gelar,tanda jasa,dan lain-lain tanda
kehormatan, pasal 15, (9)menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti
Undang-undang, pasal 22, dan (10)kekuasaan keuangan yang menyangkut mengajukan
anggaran ke DPR, menetapkan sistem perpajakan,dan mata uang, pasal 16, ayat
1,2,dan 3.
[9]
NB; faktor sistem politik
Orde Baru yang bercorak Biroktatik
Otoritarian memperkuat Lembaga Kepresidenan.
[10] Ramlan Subarki, op.cit., hal 71-73.
[11]
Corporatism adalah gagasan
Phillips Schmitter, yang mengandaikan
cara pengorganisasian masyarakat ke dalam ”suatu sistem perwakilan kepentingan
dimana unit-unit yang membentukannya diatur dalam organisasi-organisasi yang
jumlahnya terbatas dan besifat tunggal, mewajibkan ( keanggotaan), tidak saling
bersaing, diatur secara hirarkis yang diakui atau diberi izin (kalau tidak
diciptakan sendiri) oleh Negara dan diberi hak monopoli untuk mewakili
kepentingan dalam bidangnya masing-masing sebagai imbalan atas kesediaan untuk
mematuhi pengendalian-pengendalian tertentu dalam pemilihan mereka dan dalam
artikulasi tuntutan dan dukungan (Schmitter, 1974:93-94). Dengan pendekatan
korporatisme inilah maka masyarakat terorganisasi secara unik, masyarakat
petani diorganisasi secara korporatis kedalam HKTI, pengusaha ke dalam KADIN,
PWI untuk wartawan, MUI untuk ulama, PGI untuk Kristen, KWI untuk katolik, PHDI
untuk hindu, pemuda ke dalam KNPI, dokter menjadi IDI, pegawai negeri menjadi
KORPRI dan seterusnya.
[12] Baca Zainuddin Maliki, penakluk Negara Atas Rakyat, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press,1999.
[13] Anthoni Gramsci membeda antara rule (domino) dan hegemony. Rule adalah
kekuasaan politik yang terekspresikan melalui cara-cara kekerasan (koersif),
sedangkan hegemony kekuasaan
kekuasaan yang terekpresikan melalui jalinan politik,sosial,budaya, dan melalui
cara-cara persuasi serta mekanisme konsesus ( Gramsci dalam Raymond Williams,
1992, hal 595).
[14]
William R. Liddle, “Rezim:
Orde Baru,” dalam Donald K. Emmerson, edt., Indonesia
Beyond Soerharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat Transisi, Jakarta:
Gramedia-Asia Foundation Indonesia, 2001, hal 73-78.
[15] Herbert Feith, op.cit., hal 78
[16] Robert Hefner, ICMI dan perjuangan menuju Kelas Menengah
Indonesia, Yogyakarta: Tiarawacana. 1995, hal 5-7
Selamat siang
AntwoordVee uitApakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk memecahkan kebutuhan keuangan Anda, Kami Tawarkan Pinjaman mulai dari (($ 5,000.00 ke $ 20.000.000,00)) Max, kita dapat diandalkan, efisien, cepat dan dinamis, dengan 100% Dijamin Kami juga menyediakan pinjaman dalam (Euro, Pounds dan Dolar.) tingkat bunga yang berlaku untuk semua pinjaman berada pada tingkat rendah jika Anda bisa tertarik kembali ke kita melalui (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
DATA APLIKASI
1) Nama lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Seks:
6) Status perkawinan:
7) Bekerja:
8) Nomor Telepon:
9) Pendapatan Bulanan:
10) Jumlah pinjaman:
11) Pinjaman Durasi:
12) Tujuan pinjaman:
13) Agama:
14) Umur:
Kesopanan
Mrs Iskanda Lestari, Chief Executive Officer,
email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Tertanda
Pengelolaan.
Selamat siang
AntwoordVee uitApakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk memecahkan kebutuhan keuangan Anda, Kami Tawarkan Pinjaman mulai dari (($ 5,000.00 ke $ 20.000.000,00)) Max, kita dapat diandalkan, efisien, cepat dan dinamis, dengan 100% Dijamin Kami juga menyediakan pinjaman dalam (Euro, Pounds dan Dolar.) tingkat bunga yang berlaku untuk semua pinjaman berada pada tingkat rendah jika Anda bisa tertarik kembali ke kita melalui (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
DATA APLIKASI
1) Nama lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Seks:
6) Status perkawinan:
7) Bekerja:
8) Nomor Telepon:
9) Pendapatan Bulanan:
10) Jumlah pinjaman:
11) Pinjaman Durasi:
12) Tujuan pinjaman:
13) Agama:
14) Umur:
Kesopanan
Mrs Iskanda Lestari, Chief Executive Officer,
email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Tertanda
Pengelolaan.
Selamat siang
AntwoordVee uitApakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk memecahkan kebutuhan keuangan Anda, Kami Tawarkan Pinjaman mulai dari (($ 5,000.00 ke $ 20.000.000,00)) Max, kita dapat diandalkan, efisien, cepat dan dinamis, dengan 100% Dijamin Kami juga menyediakan pinjaman dalam (Euro, Pounds dan Dolar.) tingkat bunga yang berlaku untuk semua pinjaman berada pada tingkat rendah jika Anda bisa tertarik kembali ke kita melalui (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
DATA APLIKASI
1) Nama lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Seks:
6) Status perkawinan:
7) Bekerja:
8) Nomor Telepon:
9) Pendapatan Bulanan:
10) Jumlah pinjaman:
11) Pinjaman Durasi:
12) Tujuan pinjaman:
13) Agama:
14) Umur:
Kesopanan
Mrs Iskanda Lestari, Chief Executive Officer,
email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Tertanda
Pengelolaan.
Selamat siang
AntwoordVee uitApakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk memecahkan kebutuhan keuangan Anda, Kami Tawarkan Pinjaman mulai dari (($ 5,000.00 ke $ 20.000.000,00)) Max, kita dapat diandalkan, efisien, cepat dan dinamis, dengan 100% Dijamin Kami juga menyediakan pinjaman dalam (Euro, Pounds dan Dolar.) tingkat bunga yang berlaku untuk semua pinjaman berada pada tingkat rendah jika Anda bisa tertarik kembali ke kita melalui (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
DATA APLIKASI
1) Nama lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Seks:
6) Status perkawinan:
7) Bekerja:
8) Nomor Telepon:
9) Pendapatan Bulanan:
10) Jumlah pinjaman:
11) Pinjaman Durasi:
12) Tujuan pinjaman:
13) Agama:
14) Umur:
Kesopanan
Mrs Iskanda Lestari, Chief Executive Officer,
email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Tertanda
Pengelolaan.
Selamat siang
AntwoordVee uitApakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk memecahkan kebutuhan keuangan Anda, Kami Tawarkan Pinjaman mulai dari (($ 5,000.00 ke $ 20.000.000,00)) Max, kita dapat diandalkan, efisien, cepat dan dinamis, dengan 100% Dijamin Kami juga menyediakan pinjaman dalam (Euro, Pounds dan Dolar.) tingkat bunga yang berlaku untuk semua pinjaman berada pada tingkat rendah jika Anda bisa tertarik kembali ke kita melalui (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
DATA APLIKASI
1) Nama lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Seks:
6) Status perkawinan:
7) Bekerja:
8) Nomor Telepon:
9) Pendapatan Bulanan:
10) Jumlah pinjaman:
11) Pinjaman Durasi:
12) Tujuan pinjaman:
13) Agama:
14) Umur:
Kesopanan
Mrs Iskanda Lestari, Chief Executive Officer,
email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)
Tertanda
Pengelolaan.
Ayoo Main di Pelangi Togel
AntwoordVee uitTOTAL HADIAH RATUSAN JUTAAN UNTUK DIBAGIKAN
minimal deposit hanya 20.000 rb
Telp : +85581569708
BBM : D8E23B5C
Line : togelpelangi
Link: https://www.togelpelangi.info