Adat istiadat yang sering dikenal dengan sebutan Budaya
berlangsung terus terjadi ditengah-tengah masyarakat. Adat dan Budaya yang
telah berlaku tidak ada yang boleh melanggarnya, bila dilanggarkan akan
mendapatkan hukum sosial dari masyarakat. Adat istiadat lebih dekat dengan
hukum atau norma, sedangkan budaya lebih pada kebiasaan dalam sebuah Bangsa.
Meskipun demikian, Adat dan Budaya dua hal yang tidak bisa dipisahkan berlaku
ditengah-tengah masyarakat.
Adat istiadat dan budaya itu menjadi lentera kehidupan
yang bisa menerangi tatanan kehidupan ekonomi sosial politik suatu Bangsa.
Tanpa adat atau budaya suatu Bangsa akan kehilangan identitasnya, gelap tanpa
ada yang menerangi dalam sisi kebiasaan yang berlaku. Budaya dan adat sangat
melekat terus berkembang dalam suatu tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Gadoh Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat Pat Tamita. Pepatah
itulah yang selalu harus diingat oleh seluruh lapisan masyarakat. Bila suatu
hari nanti adat dan budaya itu terkikis akibat terjadi pergeseren moral, akan
sangat berakibat fatal hilangnya Local Wisdom yang ada dalam masyarakat.
Aceh akan tenggelam dengan budaya-budaya luar yang sangat gencar terkampanyekan
baik melalui Telivisi, Internet maupun media Informasi Teknologi lainnya.
Globalisasi telah meruntuhkan norma-norma lokal yang
ada dalam sebuah daerah. Informasi teknologi juga sangat berpengaruh terjadinya
pergesaran budaya suatu Bangsa. Katakanlah misalnya Aceh dimasa lalu sangat
dikenal dengan Gotong Royong dan peka terhadap kondisi sosial di
sekelilingnya. Namun, pasca tsunami melanda Aceh dan arus globalisasi masuk,
demikian juga dengan Informasi Teknologi tak dapat dibendung, telah
menggeserkan sikap apatisme masyarakat. Sehingga masyarakat terjebak dengan
sikap individualistik sedangkan kolektivitas mulai ditinggalkan.
Contoh nyata lainnya dalam hal bekerja sosial seperti
gotong royong. Kebiasaan gorong royong tersebut saat ini, khususnya di wilayah
perkotaan mulai ditinggalkan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter masyarakat
yang individualistik, jadi budaya kebersamaan tergilas dengan budaya-budaya
yang hanya mementingkan personaliti.
Semakin nyata budaya kebersamaan ditinggalkan saat
program Cash for Work (Kerja di Bayar) telah melunturkan norma bekerja
sosial. Membersihkan selokan gampong sendiri pun harus dibayar. Jauh berbeda
perbedaan dimasa lampau yang masih memiliki sikap sosial dengan suka rela
membersihkan sendiri secara berkelompok dengan bergotong royong.
Ini juga bagian kecil terjadi pergeseran budaya yang
sedang melanda Aceh secara umum. Bila terus dibiarkan tanpa ada upaya untuk
mencegahnya. Maka jangan heran nantinya anak cucu kedepan akan hilang identitas
jati diri Aceh yang terkenal dengan sikap yang ramah serta senang memuliakan
tamu.
Sikap senang melayani tamu sebenarnya menjadi modal
besar bagi Aceh bila Pemerintah mampu mengembangkannya. Pasalnya, Aceh yang
memiliki banyak sumber wisata bisa dikembangkan untuk mewujudkan Aceh pusat
wisata dunia. Sehingga Aceh akan dilirik oleh turis mancanegara dan mereka pun
akan mengunjungi Aceh.
Lihat saja pemandangan yang dimiliki oleh Aceh
Selatan. Adat istiadat serta kerajinan khas Aceh Selatan yang beragam bisa
diwujudkan untuk menjadi Edutourism, Ecotourism dan juga wisata adat
yang masih dilestarikan di Aceh Selatan. Sangat besar potensi Alam yang
dimiliki, tetapi kembali pada Pemerintah yang belum maksimal memperhatikannya.
Demikian juga sejumlah tempat wisata dan adat istiadat
lainnya yang mesti harus digali kembali. Kenapa demikian? Wisatawan yang akan
mengunjungi suatu daerah ingin menyaksikan sesuatu yang asli dan khas disuatu
Bangsa, bukan sesuatu yang dimodernisasi. Oleh karenanya, Aceh memiliki itu
semua untuk bisa dikembangkan dan ditata baik kesiapan manusianya maupun
infrastruktur lainnya.
Tidak cukup hanya itu, perangkat hukum mesti juga
dirangcang yang harus melindungi budaya lokal. Karena selama ini setiap
regulasi yang dibuat oleh Pemerintah terkesan selalu lebih menguntungkan Asing
atau sering disebut dalam istilah ekonomi adalah berpihak pada kepenitingan
Kapitalisme.
Kenapa demikian? Edutourism, Ecotourism dan Wisata
Adat dan Budaya sangat melekat dengan berkembangnya perekonomian. Kedua hal
tersebut tidak dapat dipisahkan akan terus berkembang dan bila Pemerintah tidak
melakukan proteksi dengan regulasi ditakutkan nanti akan terjadi Liberalisasi.
Akhirnya budaya luar yang diadopsi oleh Aceh, sedangkan budaya lokal terkikis
akibat dari kelengahan Pemerintah itu sendiri.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking